Suku Bugis adalah salah satu kelompok masyarakat yang tinggal di Pulau Sulawesi, masuk dalam kategori Deutero Melayu. Dilansir dari laman wajokab.go.id, nama “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Saat ini orang Suku Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, Barru.
Berikut adalah beberapa tradisi yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat Suku Bugis dilansir dari wajokab.go.id, diantaranya:
1. Map Palette Bola
Map Palette Bola dikenal juga sebagai tradisi pindah rumah, yaitu prosesi pemindahan rumah adat Suku Bugis. Tradisi Map Palette Bola dilakukan dengan mengangkat bangunan rumah yang dilakukan oleh puluhan hingga ratusan warga. Kegiatan ini akan dipimpin oleh tetua adat yang akan memimpin doa, membaca mantra, serta memberikan aba-aba dalam proses pemindahan rumah.
2. Mappadendang
Mappadendang dikenal juga sebagai pesta tani yang dilakukan pada malam hari atau setelah sholat maghrib. Juga merupakan sebuah tradisi Bugis dalam mengucap syukur kepada Tuhan atas keberhasilan dalam memanen padi. Tradisi Mappadendang identik dengan tradisi menumbuk gabah di dalam lesung yang memiliki nilai magis.
3. Mattojang
Mattojang atau permainan ayunan raksasa merupakan sebuah tradisi khas masyarakat Bugis yang cukup menarik. Tradisi ini tak hanya berfungsi sebagai ritual pemujaan atau persembahan kepada manusia pertama dalam kepercayaan mitologis Bugis, tapi juga bermakna hiburan dan ajang uji nyali dan keberanian.
4. Mappacci
Mappacci adalah adat dalam pernikahan Suku Bugis yang dilakukan sebelum akad nikah atau ijab kabul. Mappacci atau Mappaccing berasal dari kata “Paccing” yang berarti bersih, yang dimaksudkan untuk membersihkan semua hal yang menghambat pernikahan. Peralatan Mappacci yaitu pacci, daun kelapa, daun pisang, bantal, gula, sarung sutera, lilin, dan masih banyak lagi.
5. Sigajang Laleng Lipa
Sigajang Laleng Lipa merupakan tradisi masyarakat bugis dalam menyelesaikan sebuah masalah dengan mempertaruhkan nyawa. Prosesi Sigajang Laleng Lipa dilakukan dengan dua orang yang saling berseteru ditempatkan dalam satu sarung dengan membawa badik. Kedua orang tersebut akan saling menyerang dan mengadu kekuatan hingga ada yang kalah atau menyerah, baik karena terluka maupun meninggal dunia.